Beberapa bulan yang lalu, semua orang mendiskusikan pajak baru yang mungkin diterapkan baik di Amerika Serikat maupun di seluruh dunia. Ini adalah pajak perusahaan tunggal yang akan membuat perusahaan besar dengan simpanan kekayaan di surga pajak membayar pajak dengan jumlah lebih adil di seluruh dunia. Inti dari pajak itu sederhana. Semua negara harus menerapkan tarif pajak perusahaan tunggal sebesar 15% sehingga perusahaan tidak mengalihkan divisi mereka ke negara-negara dengan tarif pajak rendah dan mendaftarkan fasilitas produksi dan kantor mereka yang terpisah di sana. Sejauh ini, sulit untuk mengatakan apa sebenarnya yang akan membuat perusahaan-perusahaan ini kembali ke tanah air mereka dan membayar pajak di sana. Selain pajak yang rendah, tenaga kerja di negara-negara tersebut lebih murah, yang memberi mereka keuntungan dibandingkan UE atau AS. Bagaimanapun, di masa depan, perusahaan mungkin melihat tidak ada gunanya melakukan pendaftaran, katakanlah, di Malaysia atau Siprus untuk menghemat pajak. Menurut Menteri Keuangan Yellen, lebih dari 100 negara telah mendukung inisiatif tersebut. Namun, pajak baru tidak akan bermanfaat bagi pasar negara berkembang.

Kemarin dlaporkan bahwa Menteri Keuangan AS telah mengusulkan pajak baru. Bahkan, desas-desus terkait hal itu akhir-akhir ini telah menyebar. Pajak ini akan menyangkut keuntungan modal yang belum direalisasi. Saat ini, investor dengan saham yang harganya naik tidak membayar pajak atas saham tersebut. Pajak dibayar hanya jika investor ingin menjual asetnya. Dalam kasus tersebut, selisih antara harga beli dan harga jual dikenakan pajak. Namun, banyak investor yang menyimpan asetnya selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun. Hal yang sama juga berlaku pada mata uang kripto. Akibatnya, inveator tidak membayar pajak atasnya. Janet Yellen hanya menargetkan pajak ini pada konglomerat. Karena itu, Menteri Keuangan tersebut menginginkan investor membayar pajak atas kenaikan nilai saham setiap tahun, meskipun tidak dijual. Sejauh ini, masih belum jelas apakah investor akan dikenakan pajak jika mereka tidak mendapat untung dan nilai sahamnya turun. Bagaimanapun, pemerintah masih mengerjakan undang-undang perpajakan baru ini.

Tercatat, Departemen Keuangan AS dan pemerintah banyak negara lain saat ini mempertimbangkan untuk menaikkan pajak pasca pandemi virus corona yang memaksa mereka untuk meminjam uang dan menyuntikkan uang tunai baru ke dalam perekonomian. Akibatnya, banyak negara mengalami defisit anggaran dan utang nasional mereka melonjak. Pembuat kebijakan terutama menargetkan orang kaya, berharap mereka akan menutupi sebagian biaya akibat pandemi virus corona. Oleh karena itu, mereka mulai menaikkan pajak dan memperkenalkan pajak baru.